PENALARAN DEDUKSI DAN INDUKSI
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Menurut Jujun Suriasumantri, Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme.
Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan induktif. Dimana lebih lanjut penalaran deduktif terkait dengan rasionalisme dan penalaran induktif dengan empirisme. Secara rasional ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak. Karena itu sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan
rasional yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara, Penjelasan sementara ini biasanya disebut hipotesis. Penalaran deduktif dan penalaran induktif diperlukan dalam proses pencarian pengetahuan yang benar.
A. Penalaran Deduksi
Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi (Poerwadarminta, 2006)
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. (Suriasumantri, 2005)
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. (www.id.wikipedia.com).
Metode berpikir deduksi sifatnya pasti. Metode ini dimulai dengan diterimanya suatu premis mayor. Contoh: “Semua manusia akan mati” (premis mayor). Kemudian, anggap kita memiliki premis minor: “Socrates adalah manusia”. Karena Socrates adalah manusia, maka Socrates memiliki sifat-sifat yang dimiliki semua manusia. Oleh karena itu, secara deduktif dapat disimpulkan bahwa Socrates juga akan mati. Dapat juga dikatakan bahwa deduksi bersifat tertutup karena kesimpulan yang diambil tidak boleh ditarik dari luar premis mayor. Asalkan semua premisnya benar, maka kesimpulan yang diambil secara deduktif juga akan benar.
Penalaran Matematika termasuk ke dalam penalaran deuksi karena bersifat pasti. Matematika bukanlah ilmu yang didasari atas percobaan dan pengamatan sehingga membuatnya dibedakan dengan sains. Perhatikan saja, apakah kebenaran 1+1=2 adalah sesuatu yang kita peroleh melalui percobaan dan pengamatan? Tentu tidak. Kebenaran 1+1=2 merupakan sesuatu yang kita terima begitu saja. Kalau begitu, bagaimana sejumlah teori matematika yang pernah ada dapat
muncul? Bagaimana tarikan logika agar kita dapat menyimpulkan bahwa suatu teori itu benar secara matematis?
Secara singkat, dapat dikatakan bahwa penalaran matematika dimulai dari diterimanya kebenaran beberapa aksioma. Aksioma adalah suatu kebenaran yang dapat kita terima begitu saja (tanpa ada pembuktian apapun). Contoh: Aksioma bilangan bulat yang diusulkan oleh Guiseppe Peano (1858 - 1932). Aksioma tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa suatu bilangan bulat jika ditambahkan dengan 1 (satu), maka akan menghasilkan bilangan bulat pada urutan berikutnya. Contohnya, jika diambil angka “3″, maka jika angka tersebut ditambahkan dengan “1″, maka akan menghasilkan bilangan bulat berikutnya dari “3″, yaitu “4″.
Teorema matematika diturunkan dari satu atau irisan beberapa aksioma. Kebenaran teorema ini harus dapat dibuktikan berdasarkan hukum-hukum yang berlaku pada aksioma. Dengan kata lain, kesimpulan yang diambil pada pembuatan teorema tidak boleh keluar dari ruang lingkup aksioma yang berlaku.
Contoh teorema: Dua ditambah tiga sama dengan lima. Teorema ini dibuktikan (berdasarkan aksioma bilangan bulat oleh Peano) sebagai berikut: 2 + 3
<=> 2+2+1 (2 merupakan bilangan bulat sebelum 3)
<=> 2+1+1+1 (1 merupakan bilangan bulat sebelum 2)
<=> 3+1+1 (3 merupakan bilangan bulat setelah 2)
<=> 4+1 (4 merupakan bilangan bulat setelah 3)
<=> 5 (5 merupakan bilangan bulat setelah 4)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar