Selasa, 01 Desember 2009

artikel

Selamat Tahun Baru 1 Muharam 1429 Hijriah
Akhir tahun kerapkali membawa kesedihan bagi siapa saja yang merasakan bahwa tahun yang akan pergi meninggalkan kita bersama pasti tidak akan kembali. Awal tahun juga menandakan optimisme bahwasanya tahun depan akan mengantarkan masa depan yang lebih baik dan sekaligus sebagai pengobat kegagalan akan harapan masa lalu. Begitulah “hipnotisme” yang disajikan setiap mengantarkan kepergian tahun yang lama dan menyambut tahun yang baru.

Ini merupakan bagian dari sebuah fenomena yang telah mengkomunal. Beragam aktivitas menyambut kedatangan tahun baru diselenggarakan, mulai dari kegiatan peringatan keagamaan sampailah pada peringatan yang bersifat hura-hura. Tetapi berbeda dengan kegiatan akhir tahun yang jarang sekali tersentuh oleh banyak kalangan. Refleksi akhir tahun terkadang hanya dilakukan evaluasi yang bersifat individu, jarang sekali ditemui evaluasi akhir tahun. Padahal kenyataannya problem-problem sosial itu melibatkan manusia secara komunal yang juga membutuhkan evaluasi secara bersama-sama.

Dengan sedemikian kompleknya fenomena yang muncul tersebut mengharuskan terjadinya polarisasi pada setiap aktivitas, baik secara individu maupun masyarakat. Tahun baru hijriah yang sangat identik dengan proses perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW, sudah seharusnya menjadi acuan dasar guna berhijrah secara action dalam segala hal.

Refleksi tahun baru hijriah kali ini harus memberikan motivasi yang kuat bagi terciptanya masyarakat yang lebih baik di masa yang akan datang. Sebagai salah satu komunitas yang tetap konsisten terhadap kajian-kajian demokrasi dan keislaman, kami dari Komunitas Bengkel Intelektual (KBI) mengucapkan Selamat tahun baru 1 Muharam 1429 hijriah. Mudah-mudahan tahun baru hijriah kali ini membawa kita pada perubahan yang lebih baik.

















Oase : Refleksi Tahun Baru Islam 1430 H
Diposkan oleh Radio Elshifa 96.6 FM on 16:38
Label: Oase
Oleh : muhtar fatony wahyuddin *

Beberapa saat yang lalu kita telah memasuki tahun baru Islam 1430 H/tahun baru masehi 2009. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Hari berganti hari, ia berputar menggenapkan hitungan minggu, menyempurnakan bilangan bulan, dan lengkaplah menjadi tahun. Silih berganti seiring pergantian siang dan malam.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.”
(QS. Ali Imraan [3]: 191).

Allah SWT ingin menyapa kita dengan ayat-ayat-Nya. Allah ingin mengajari kita dengan tanda-tanda kekuasaan-Nya. Sedemikian Allah sayangnya kepada kita sehingga Dia hamparkan fenomena jagad raya ini sebagai pintu penyadaran akan perwujudan-Nya, keberadaan-Nya, Kekuasaan-Nya, Kerajaan-Nya, dan Ketetapan-Nya. Allah ingin membahasakan akan Diri-Nya kepada kita. Bahwa Dia-lah sesungguhnya yang memliki semua ini. Dialah yang meninggikan langit tanpa tiang. Dialah yang mengedarkan bintang gemintang. Dialah yang menguasai galaksi-galaksi, menetapkan hidup dan mati, menghamparkan bumi, dan menjadikan matahari sebagai pusat tata surya.

“ Demi matahari dan sinarnya di pagi hari”
“ Demi bulan apabila ia mengiringi“
“ Demi siang apabila ia menampakkan diri”
“ Demi malam apabila ia menutupi”
“ Demi langit serta binaannya”
“ Demi bumi serta penghamparannya “
“ Demi jiwa dengan segala penyempurnaan (ciptaann)-Nya”
“Allah mengilhami sukma, keburukan dan kebaikan”
“Beruntunglah siapa yang membersihkannya, rugilah siapa yang mengotorinya”

(QS. As-Syams [91]: 1-10).

Subhanallah. Satu pelajaran yang sungguh indah dan menakjubkan. Sungguh mempesona dan menyadarkan. Menyadarkan jiwa-jiwa yang telah kelu dengan liku-liku dunia, perhiasan dan permainan yang sekejap sementara. Menyadarkan hati-hati yang telah kering kerontang dengan debu-debu noktah keputusasaan dan kemaksiatan. Menyadarkan akal fikiran yang telah terbelenggu dengan kebanggaan diri dan kerdilnya nurani. Menyadarkan akan tingkah yang selama ini justru kita semakin tak mampu membaca ayat-ayat ciptaan-Nya. Menyadarkan akan hakekat-Nya bahwa Dialah Sang pemilik waktu, penentu batas umur, pemilik kehendak, pengatur takaran rizki, penggenggam taqdir perjalanan hidup ummat manusia.

Allah sesungguhnya hanya ingin menyadarkan dengan ayat ini, dengan bahasa yang sangat sederhana, dengan tanda yang ada di depan kelopak mata kita; wahtilaafil laili wan nahaari, pergantian malam dan siang, hingga menjadi perubahan hari demi hari, pergantian bulan dan semakin bertambahnya angka-angka bilangan tahun, agar kita bisa melihat langsung, merasakan tanpa perantara dan penghubung, yang setiap hari mendetakkan hati dan fikiran untuk merenung, tanda-tanda untuk bisa dan mudah kita baca. Kita baca dari tulisan ayat-Nya yang tersurat dan tersirat. Kita baca dengan nama Allah yang menciptakan semua ini.

Iqra’!. (=bacalah), bismirabbikalladzii khalaq (=dengan nama Tuhan-Mu Yang menciptakan). (QS. Al-Alaq [96]: 1]

Bacalah. Bacalah dengan nama Tuhan-Mu. Renungkanlah. Renungkanlah dalam batas kefitrahan jiwamu. Fikirkanlah. Fikirkanlah dengan kejernihan akalmu. Sadarilah. Sadarilah bersama kekuatan hatimu. Agar ayat-ayat ini membuka tabir akan hakekat diri-dirimu. Karena Tuhan-mu itu akan engkau tahu jika engkau tahu pula tentang dirimu. Man arrafa nafsahu arafa rabbahu. Ingatlah ungkapan Hatim Al Asham Rahimahullah, “Sesungguhnya Allah tidak melihat tua dan muda kalian. Tapi Allah memandang siapa diantara kalian yang paling mengenal-Nya. Maka kenalilah Allah dan bertawakallah kepada-Nya”. Ingatlah pula perkataan Ibnul Jauzi dalam Shaidu al Khathir, “Ketauhilah bahwa jalan menuju Allah tidak ditempuh dengan langkah-langkah kaki, melainkan ditempuh dengan hati.”

Saudaraku,
Pergantian tahun kali ini sejatinya adalah bagian yang tak terpisahkan dari takdir ketetapan ilahi. Memaknakan tentang takdir kita yang telah ditetapkan bahwa kita masih diberi umur, walaupun jika umur kita hanya sampai saat ini, sampai detik ini. Pergantian tahun menjadi bagian yang tak terpisahkan dari diskursus tentang waktu, tentang umur dan kesempatan kita, tentang nilai-nilai kita, prestasi-prestasi kita –bukan sekedar di hadapan manusia-, tetapi tentang prestasi kita di hadapan Allah Azza Wajalla Yang Maha Menatap dan Melihat setiap saat. Menilai dan mencatat setiap gerak bahkan gerak hati kita. Sebab seorang yang beriman ia menatap fenomena dengan pandangan keimanan. Bukan dengan nafsu syaithani, bahkan dengan hinanya birahi, bukan pula dengan kesombongan dan keangkuhan, kemewahan dan kesia-siaan, bahkan kemaksiyatan dan tingkah durjana.

Seorang yang shalih ia akan memandang pergantian siang dan malam, pergantian tahun demi tahun ini, dengan kedalaman hatinya. Hati yang fitri dan bersinar terang. Laksana mentari yang menyinarinya menapak dan berjalan. Sehingga ia akan semakin mendekat dan merapat kepada Yang Maha Melihat. Bukan dengan tanpa arti, tanpa makna, tanpa ilmu dan tanpa hikmah. Ia akan semakin memahami tentang makna hidup, makna waktu, makna umur, dan makna nilai-nilai serta prestasi-prestasi kita. Karena yang bisa memahami hanyalah hati dengan bimbingan Rabbani. Dari hati yang bersemayam ma’rifah (menganal Allah) itulah, ia akan menghembuskan energi keyakinan yang kokoh dan dahsyat. Keyakinan tentang perjalanan-perjalanannya menuju negeri yang kekal nan abadi. Keyakina tentang arah dan tujuan hidup ini. Keyakinan tentang mengapa kita ada. Keyakina tentang siapa yang membuat kita ada. Tentang perjalanan selama kita ini ada, dari tak ada menjadi ada, dari tak bisa apa-apa menjadi bisa apa-apa. Dari tak punya apa-apa menjadi punya apa-apa. Dari tak mampu apa-apa menjani bisa berpuat apa saja.

Inilah keyakinan. Buah dari mengenal Allah dengan wasilah (perantara) tanda-tanda fakta penciptaan-Nya. Dan hari ini adalah bagian dari tanda-tanda yang Allah gariskan itu. Pergantian tahun adalah bagian dari tanda-tanda-Nya. Tanda-tanda inilah yang membuat kita bisa mengenal. Mengenal diri kita, mengenal perjalanan usia kita, mengenal yang mencipta kita dan meyakininya. Sebagaimana keyakina Nabi Musa AS ketika berjumpa Khaliq-Nya di Bukit Thursina, atau keyakinan Nabiyullah Ibrahim AS ketika menyaksikan empat burung dara dicincang dan hidup kembali atas perintah dan kehendah Allah. Atau keyakinan Baginda Nabi Muhammad SAW ketika dikukuhkan kenabian di Gua Hira di malam nuzulnya Al-Qur’a.

Kenalilah Hidupmu ini sebagai Sebuah Perjalanan Hijrah

Sekarang, mari kita mulai memaknakan perjalanan hijrah ini. Sebagaimana kedalaman makna dan kedalaman rahasia mengapa ketetapan Tahun baru Islam dimulakan dari kisah monumental tahun peristiwa hijrah nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah Al-Munawwarah. Mengapa bukan tahun kelahiran Nabi SAW, mengapa bukan tahun saat didaulat menjadi Nabi?, atau mengapa bukan pada saat Al-Qur’an pertama kali nuzul?, Atau terjadinya Perang Badar Kubro? Atau pada saat Futtuh Makkah (pembebasan kota Makkah). Umar bin Khaththab RA sebagai khalifah kedua waktu itu menyimpulkan bahwa karena peristiwa hijrah Nabi inilah sesungguhnya momentum terbesar dimana ummat Islam menjadi sebuah kesatuan yang berdaulat menjadi sebuah kekhilafahan yang utuh dan diakui secara hukum internasional.

Sekarang, mari kita lebih fokus dan lebih mendalami tentang hijrah kita, karena peristiwa hijrah sarat dengan inthiqal (perpindahan), erat kaitannya dengan perpindahan, perbaikan, kuat hubungannya dengan perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Hijrah berarti perpindahan dari kebiasaan mengkufuri nikmat-nikmat Allah menjadi hidup yang berbingkai syukur. Hijrah meninggalkan kekufuran menjadi keimanan, Hijrah berarti meninggalkan syirik menuju tauhid (hanya menunggalkan Allah), pindah dari kehidupan jahili kea rah yang islami, hijrah juga berarti perpindahan dari sifat-sifat munafik, plin-plan, mencla-mencle, inkonsistensi menjadi istiqamah, lurus dan berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran. Hijrah juga berarti berkomitmen kuat pada nilai kebenaran dan menjauhkan, meninggalkan kebatilan. Hijrah berarti meninggalkan apa saja bentuk-bentuk perbuatan, makanan, pakaian yang haram menjadi hidup yang bertabur kehalalan thayyiba. Dan hijrah adalah meninggalkan dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan maksiyat menuju ketaatan hanya kepada Allah SWT. Tinggalkan kedengkian, tinggalkan kemunafikan, tinggalkan korupsi, saling menjatuhkan sesama orang beriman, saling menghujat, tinggalkan kebodohan, kesia-siaan, tinggalkan kebiasaan hidup menjadi beban, tinggalkan kebohongan. Tinggalkan. Pergilah. Pergilah menuju perbaikan dan perubahan.

Bagai sang musafir di padang perjalanannya, kita semua ini adalah sang musafir kelana. Bahkan kita saat ini sedang di tengah-tengah perjalanan safar. Sebagaimana Rasulullah ungkapkan dalam haditsnya yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Umar :

“ kun fid dunya ka annaka ghoriibun au ‘aabiri sabiili.”
Jadilah kalian di dunia ini sebagaimanan orang yang terasing atau bagai engkau dalam perjalanan musafir.

Bila kita sudah mempersiapkan diri untuk memulai berhijrah, berjalan, berpindah dan berubah. Kita akan menelusuri perjalanan hidup, hidup di jalan dakwah, perjalanan yang panjang dan berliku. Sebab itu ia harus senantiasa bergerak, tidak stagnan dan statis.Karena stagnan adalah gambaran kelemahan, bukti kita tak berdaya, dan pertanda kita tak mampu berkontribusi. Padahal Allah telah melengkapi seluruh instrument diri kita ini untuk siap berlomba, untuk menjadi juara, siap untuk menjadi pembelajar, petarung dan pemenang. Tidak ada yang indah pada sesuatu yang stagnan itu. Bergerak merupakan bentuk harmonisasi penciptaan yang luar biasa, sebagaimana harmonisasi beredarnya bintang gemintang, beredarnya bumi dan bulan. Sejenak saja kita berhenti melakukan perubahan dan perbaikan maka kita sedang menuju kehancuran. Dan ketika niat perjalanan ini telah dipancangkan, azzam (tekad) hijrah ini telah dikumandangkan. Maka bersiap-siaplah.

1. Arahkan tujuannya, pancangkan kemana akan pergi berhijrah. faina tadzhabuun (kemana engkau akan pergi). Pergilah menuju perbaikan, pergilah ke arah ketaatan, keimanan, keislaman, kebenaran, keadilah & kesejahteraan. Berangkatlah menuju kejujuran dan istiqamah. Pergilah menuju pemilik Kebenaran itu, berangkatlah menuju Yang Maha Adil. Pergilah menuju sumber ketenangan & sumber kesejahteraan. Pergilah kepada Al-Haqq, Al-Mudabbir (Yang Maha Mengatur), Ar-Rahman (Yang Maha Penyayang). Pergilah menuju kepada-Nya. Pergilah menuju Allah!....

2. Jangan kehabisan bekal. Itu pasti. Kita butuh bekalan. Perjalanan ini panjang dan menorehkan ragam romantika, ragam pesona, bahkan ragam duri-duri dan cobaan. Hidup kita ini tidak pernah keluar dari beberapa keadaan; nikmat dan karunia yang melahirkan syukur, musaibah dan bencana yang menuntut kita sabar. Hidup ini tidak lepas dari bentuk anugerah, ujian, cobaan bahkan peringatan dan adzab. Tidak ada bekalan yang layak melainkan bekalan keimanan dan taqwa.

Watazawwaduu wainna khoiroz zaadi at-Taqwaa. Fattaquuni yaa ulil albaab.
“Dan berbekallah, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal itu adalah taqwa. Dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ

3. Hati-hati ada perampok jalanan. Ia akan menghabisi bekalan kita tanpa belas kasihan. Tanpa ampun. Bahkan nyaris menjadikan manusia tidak lagi melanjutkan perjalanannya. Ia ada di sekeliling kita. Bahkan ada dalam diri kita. Renungkanlah baik-baik ungkapan Rasulullah SAW di tengah-tengah para sahabatnya:

“Bahwasanya Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat: Tahukah kalian siap sesungguhnya orang-orang yang bangkrut/merugi itu?. Sahabat menjawab: ‘Orang yang rugi itu adalah diantara kita yang tidak memiliki dirham dan perhiasan’. Maka RAsulullah bersabda: ‘Sesungguhnya orang-orang yang rugi itu adalah mereka yang datang pada hari kiamat dengan pahala shalatnya, puasa, zakat. Tetapi ia mencela, menuduh, memakan harta/kerupsi,, menunpahkan darah, memukul, akhirnya ia berikan kebaikann demi kebaikan itu untuk menebusnya hingga kebaikan itu sirna, lalu diberikanlah dosa-dosa mereka hingga kemudian ia dilemparkan ke dalam api yang menyala-nyala”.
(HR. Muslim dari Abu Hurairah RA)

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ رواه مسلم


4. Jangan terlena di tempat Istirahat. Memang perjalanan ini adakalanya kita mesti singgah. Ada peristirahatan-peristirahatan untuk sejenak kita duduk dan berbaring. Menikmati hidangan, menatap pemandangan. Dan sungguh pemandangan dunia ini teramat mempesonakan. Harta, wanita, jabatan dan popularitas. Tetapi ingatlah bahwa dunia ini bisa melalaikan, meninabobokkan.

وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

5. Awas Tertinggal rombongan. Perjalanan kita hijrah ini bagai kafilah musafir. Perubahan kita membutuhkan peran-peran kesolehan sahabat dan teman kita yang lain. Jangan pernah lepas dari kafilah ini. Sebab kekuatan pembekalan ini dipengaruhi pula oleh kekuatan kebersamaan kita. Kita tidk bisa sendirian. Kita butuh berjamaah.
فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ رواه أحمد
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّتِي أَوْ قَالَ أُمَّةَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى ضَلاَلَةٍ وَيَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ رواه الترمذي
“bergabunglah kalian dalam kafilah jamaah, karena sesungguhnya serigala itu akan menerkam domba yang sendirian.”

“Jamaah; jika kamu tidak bersama mereka, maka kamu tidak akan dapat bersama selain mereka, sementara mereka akan bersama selain kamu.”

Kullu ‘aam wa antum bikhair. Wallahu waliyuttaufiq.

*) Penulis adalah seorang Motivator Spiritual dan Direktur Radio Elshifa FM Subang.

Tahun Baru



Detak jarum terus berputar, hari berganti hari,
bulan demi bulan menjelang, tahun demi tahun
pun berlalu, seiring pergantian siang ke malam begitu
juga sebaliknya yang menandakan dunia sudah “RENTA” ini terus berkurang usianya dan tidak
terasa pula telah memasuki bulan Muharram, menandai datangnya kembali tahun yang baru 1430 H.



1430 tahun tonggak
sejarah peradaban dunia Islam yang penuh dengan tatanan nilai-nilai yang menjunjung tinggi moral ditancapkan oleh Manusia Agung sepanjang Masa, Rosululloh Muhamad SAW seiring Hijrahnya Rosululloh Muhamad SAW dari Mekah ke
Medinah.



Hijrahnya Rosululloh Muhamad SAW dari Mekah ke Medinah
yang dijadikan sistem penanggalan dalam kalender Islam bukanlah sekedar perpindahan fisik Beliau dari
satu kota ke kota lainnya,
melainkan lebih merupakan upaya untuk merubah tatanan
kehidupan jahiliyah kepada kehidupan yang berdasarkan nilai-nilai Ilahiyah, hingga Islam benar-benar menjadi kekuatan baru.



Yang bisa kita petik dari hijrahnya
Rosululloh Muhamad SAW dalam mengarungi sisa-sisa umur kehidupan di dunia
ini, tak lain kita jadikan Tahun
Baru Hijriyah sebagai momentum untuk merubah diri.



Berhijrah
dari kemusyrikan kepada ketauhidan, dari lupa pindah kepada mengingat Alloh
SWT.



Berhijrah dari pribadi yang jauh dari nilai-nilai Islami menuju Islam yang
Indah yang akan membawa kebahagian di dunia dan kebahagian di akhirat kelak.



Sudah saatnya kita evaluasi diri di tahun baru ini. Sejauh manakah kita
berupaya untuk senantiasa mengingat Alloh SWT di setiap waktu, setiap saat dan
setiap detak jantung kita. Insya Alloh Tahun baru kali ini menjadi lebih baik
dari tahun kemarin…



Hampir bersamaan dengan tahun baru Hijriyah, dalam hitungan beberapa hari ke
depan seluruh umat manusia di dunia akan merayakan tahun baru masehi, berikut
adalah sekilas tentang asal usul perayaan tahun baru masehi.



Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi maupun orang Kafir
yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September.



Selanjutnya
menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari.



Orang Kristen ikut merayakan Tahun Baru tersebut dan mereka mengadakan puasa
khusus serta ekaristi berdasarkan keputusan Konsili Tours pada tahun 567. Pada
mulanya setiap negeri mempunyai perayaan Tahun Baru yang berbeda-beda. Di
Inggris dirayakan pada tanggal 25 Maret. Di Jerman dirayakan pada hari Natal
sedangkan di Perancis dirayakan pada Hari paskah.



Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga
kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.



Bahan ini diambil dari:

Judul buku: Kamus Sejarah Gereja

Penulis : Drs. F.D. Wellem, M.Th.

Penerbit : BPK Gunung Mulia

Hal : 84



Jika kita mau memahami apa sih sebenarnya makna dari tahun baru baik itu
hijriyah maupun masehi? Coba luangkan sejenak membaca artikel-artikel di
internet atau media publikasi lain, mengenai bagaimana semangatnya mereka dalam
menyambut tahun baru yang segera menjelang. Sebagaimana konsep berpikir positip
yang memang seharusnya diambil, maka banyak rencana-rencana positip diberikan
untuk tahun mendatang. Bagaimana strategi baru agar marketing-nya sukses,
caranya agar dapat belajar efektif dengan lebih baik agar sekolahnya juga
sukses. Demikian juga pada diriku, aku tanamkan keyakinan bahwa aku harus
mencapai apa yang aku inginkan baik itu suatu karir yang bagus di perusahaan,
mewujudkan suatu rumah tangga yang sangat aku idam2kan selama ini, serta
keinginan2 lain di tahun mendatang.



Intinya adalah adanya harapan atau bagaimana memberi motivasi bahwa apapun
tantangan yang dihadapi di tahun mendatang ini dapat kita terjang demi
kesuksesan di tahun tersebut.



Tetapi jika kita mau menengok sejenak, di sisi lain, adanya tahun baru
menunjukkan bahwa manusia, sejak keberadaannya sampai hari ini ternyata masih
di bawah kendali waktu, hanya sebagai objek pasif. Atau dengan kata lain, bahwa
kita yang harus aktif menyesuaikan diri dengan kemauan waktu, kalau lengah maka
waktu akan meninggalkan kita dan hanya penyesalan yang akan kita hadapi.



Secara alami dalam diri kita akan terlihat tanda-tanda bahwa tubuh yang kita
tempati di dunia ini juga terpengaruh waktu. Lihat, dulu bagi sebagian orang
bahkan tidak mengenal apa itu namanya cat rambut, tetapi agar terlihat segar /
muda maka rambutnya yang sudah mulai memutih mencoba cat tersebut. Dulu rasanya
kalau ada makanan enak, ingin menghabiskannya, ternyata sekarang kita harus
melihat apakah makanan tersebut beresiko terhadap kolesterol atau apalah
namanya, dan sebagainya. Lebih jelasnya adalah kita pelan-pelan dan tanpa ribut
telah menuju apa yang namanya ketuaan, kepada ketidakberdayaan.



Dengan momentum tahun baru hijriyah maupun tahun baru masehi ini mari kita
semua belajar dan berjuang untuk menjadi manusia yang mempunyai motivasi dalam
kehidupan mendatang yang mungkin masih banyak tantangan yang harus kita hadapi.
Semoga
Alloh senantiasa memberikan kekuatan, keimanan, kesuksesan dan kelancaran
rezeki kepada kita dalam menjalani kehidupan di tahun2 mendatang.



Insya Alloh ini adalah hari kerja terakhirku di tahun 2008, aku ucapkan selamat
tahun baru buat semua saudaraku, calon isteriku, rekan kerja, teman, dan
sahabat2 yang aku cintai.. semoga tahun mendatang lebih baik dari tahun ini.
Sampai jumpa dengan renungan2 di tahun 1430 H / tahun 2008 M.